Untuk menghadirkan kasih sayang di hati dalam mengelola Rumah Kreatif Wadas Kelir ternyata membutuhkan waktu panjang, dan saat diterpa cobaan harus tarik nafas dulu, tidak boleh mereaksi, harus mengendapkan dulu sampai kasih sayang itu menyeruak kembali. Inilah yang saya rasakan saat ini dalam menghadapi berbagai persoalan di Rumah Kreatif Wadas Kelir.
Misalnya, ada satu kejadian saat Relawan Rumah Kreatif Wadas Kelir bercerita tentang persoalan yang dihadapi relawan. Saat itu hati saya bergemuruh dibalut marah. Saya langsung menilai ini kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Saya harus mereaksi cepat untuk mengatasi masalah ini.
Tapi, sisi hati saya mengatakan lain, “Jangan begitu. Kasih sayang tidak akan hadir dengan marah. Jangan langsung direaksi. Belum tentu apa yang kita dengar itu benar.” Suara hati inilah yang kemudian membuatku diam: tidak mereaksi informasi yang telah mengusik kemarahan dan kekecewaan.
Untuk mengisi keadaan yang tidak mengenakan itu, saya kemudian berkebun. Saya membuat media tanah sambil terus menelusuri perasaan yang rasanya tidak enak. Sambil terus mengaduk-aduk tanah, pikiran terus mengembara. Perasaan bergerilya entah kemana. Di titik inilah saya kemudian menemukan sesuatu yang disebut dengan: kasih sayang.
Hadirnya emosi dan amarah perlahan sirna. Saya menemukan kehadiran rasa sayang kembali. Rasa sayang yang membuat saya bisa memahami persoalan. Tidak menyalahkan siapapun kecuali diri saya sendiri. Saya harus menerima semuanya. Menyayangi semuanya. Semua masalah harus diselesaikan dengan cara baik. Cara kasih sayang yang tidak akan pernah menyalahkan siapapun. Kasih sayang inilah yang kemudian saya jadikan resolusi untuk mengatasi persoalan di Rumah Kreatif Wadas Kelir.
Hasilnya, satu per satu persoalan datang. Dalam beberapa saat memporakporandakan perasaanku. Beberapa saat, saya diam berusaha tenang menghadirkan sayang dalam pikiran dan perasaan. Setelah datang persoalan, lalu diselesaikan dengan sikap sayang. Sikap saling menerima dan menghargai. Satu per satu pun persoalan berlalu dengan cara-cara yang baik. Cara yang semoga tidak saling menyakiti siapapun.
Inilah yang menempa mentalku. Mental pendiri komunitas yang silih berganti dihinggapi masalah. Masalah yang berusaha dihadapi dengan kasih sayang. Kasih sayang yang perlahan-lahan menguatkan kepribadianku.
Namun, proses untuk menemukan kasih sayang sebagai solusi bukan perkara mudah. Harus dilalui dengan jalan panjang dan terjal. Saya pun masih ingat betapa tempramennya saya dulu dalam mengelola Rumah Kreatif Wadas Kelir. Setiap ada persoalan selalu impulsif, mereaksi dengan cepat. Ungkapan-ungkap yang saya yakin banyak menyakiti siapapun selalu muncul, sekalipun dengan atas nama kebaikan.
Dulu saya menganggap itu hal yang benar. Saya marah karena demi kebaikan bersama. Tapi, sekarang saya mempertanyakan itu semua. Saya marah bukan karena kebaikan, tetapi karena ketersinggungan personal. Kebaikan hanya atas nama saja. Tujuannya untuk melindungi personalitas kita sendiri yang tidak mau disalahkan. Inilah yang sekarang terjadi dalam perasaan dan pikiranku dalam menggerakan Rumah Kreatif Wadas Kelir.
Di sinilah, saya telah diberikan petunjuk untuk menjadikan kasih sayang sebagai pijakan dalam menghadapi berbagai persoalan yang menghinggapi Rumah Kreatif Wadas Kelir.