Dimulai dari dua buah buah cabai pemberian Eyang. Lalu saya semai sehingga tumbuhlah bibit-bibit cabai. Bibit-bibit itu saya pindah di pot. Saya berusaha untuk merawatnya, tetapi gagal. Dari puluhan bibit cabai yang telah tumbuh hampir mati semuanya. Sebabnya sederhana, kesibukan keluar kota membuat saya lalai. Tanaman tidak terawat dan mati. Yang terselamatka hanya dua tanaman yang perlu penanganan ekstra.
Tentu saja saya sedih. Saya pun berusaha merawat dan menjaga dua tanaman cabai yang tersisa dengan sungguh-sungguh. Saya pun aktif merawat: menyiram, memberi pupuk kompos, mencabuti rumput hama, purning, dan menyayanginya. Hasilnya, dua tanaman cabai itu tumbuh subur. Bunga-bunganya bermunculan. Rasanya saya sangat bahagia. Sebentar lagi tanaman cabai berbunga dan berbuah. Tentu saja, panen perdana.
Saya pun teringat kata Eyang, “Ini cabai kluster. Kalau berbuah akan mengelompok seperti kluster. Seperti bunga hiasan.” Ternyata saat cabai berbuah memang benar demikian. Cabai bebuah mengelompok dan indah dipandang. Saya sangat bahagia melihat dua buah tanaman cabai berbunga lebat. Panen perdana pun terlaksana. Setidaknya ada 10-20 butir cabai berwarna merah yang dipanen.
Setelah panen, cabai-cabai itu langsung saya jemur. Setelah kering saya manfaatkan bijinya untuk bibit. Biji-biji itu juga saya semai hingga tumbuh tunas. Setelah itu saya pindah di media tanam pot. Puluhan tanaman cabai kluster tumbuh subur dan berbuah lebat. Setiap orang yang melihat mengungkapkan, “Wah, cabainya berbuah lebat. Wah, indah sekali.” Tentu saja saya senang.
Yang lebih menyenangkan lagi adalah banyak yang meminta bibitnya, baik yang masih dalam bentuk biji cabai ataupun sudah tumbuh di media tanam. Bibit cabai kluster pun menyebar ke orang-orang di sekeliling rumah saya. Semoga bisa terwat dengan baik dan tumbuh subur serta berbuah lebat.