MEMAKNAI HUBUNGAN SOSIAL LUTUNG
Resensi kali ini akan membahas buku berjudul Di mana Rumah Lutung yang ditulis oleh Gagas Setyabrata. Buku ini terbit pertama pada tahun 22 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Buku ini bisa diakses melalui laman https://budi.kemdikbud.go.id/.
Tahukah kalian Lutung binatang apa? Ya, Lutung merupakan salah satu jenis binatang primata, dari keluarga Cercopithecidae yang termasuk dalam subfamili Colobinae. Lutung sering disebut sebagai “langur” dalam bahasa Inggris. Yuk, lihat sejarahnya! Dahulu keluarga primata Latung dijuluki keluarga colobinae (yang mencakup lutung), yaitu kelompok mamalia yang muncul di bumi pada jutaan tahun yang lalu.
Lalu keluarga colobinae mengalami evolusi menjadi berbagai spesies yang beradaptasi dengan berbagai lingkungan. Dari sini keluarga Lutung lalu berkembang biak. Menyebar ke berbagai wilayah Asia dan Afrika. Lutung suka hidup di hutan-hutan tropis, mereka memiliki ciri khas, termasuk wajah yang bulat dengan hidung lebar, ekor yang panjang, dan kaki yang kuat. Beberapa jenis Lutung memiliki bulu berwarna-warni, yang menjadikannya primata yang cantik dan menarik.
Makanan Lutung adalah daun-daunan, bunga, buah-buahan, dan tunas-tunas pohon. Lutung adalah hewan herbivora yang mengandalkan makanan tumbuhan. Setiap hari perilaku sosial Lutung sangat menarik. Lutung suka hidup dalam kelompok-kelompok sosial yang besar. Kelompok sosial yang terdiri dari beberapa individu hingga puluhan individu. Lutung pun memiliki sistem sosial yang kompleks, dengan hierarki dan peran yang terdefinisi.
Selama tumbuh kembang, dari fase dini sampai dewasa Lutung akan mengalami ancaman kepunahan serius karena hilangnya habitat alaminya, perburuan, dan perdagangan ilegal. Upaya konservasi telah dilakukan untuk melindungi populasi lutung dan habitatnya. Tidak heran jika habitat Lutung di Asia semakin langka, Indonesia memiliki hewan primata Lutung Jawa di Kabupaten Bekasi, terancam punah akibat menyusutnya lahan pohon mangrove yang menjadi salah satu sumber makanan dan tempat hidup mereka. Menyusutnya lahan pohon mangrove membuat habitat Lutung semakin berkurang setiap tahunnya karena ada pembukaan lahan.
Keadaan memberikan kesadaran pada kita bahwa Lutung perlu dilindungi. Masyarakat perlu diberi edukasi dalam menjaga dan melindungi perkembangan Lutung. Salah satu edukasi yang menarik disampaikan oleh Gagas Setyabrata melalui buku cerita berjudul Di Mana Rumah Lutung. Dalam buku berisi cerita berisi Ali dan Bundanya yang asyik berkeliling di kebun binatang. Cerita bermula ketika Ali tidak sengaja bertemu seekor Lutung kecil yang tersesat. Ali merasa kasihan dan ingin mengantarnya pulang. Ali ingi Lutung itu hidup tenang dan bahagia bisa bertemu keluarganya.
Cerita yang bagus dan menarik. Pada mulanya adalah Lutung kecil yang terjebak dalam tempat yang berbeda spesies, tidak ada kawan Lutung, tidak bisa pulang, dan Ali mengulurkan tangannya menolong Lutung. Ali pun berusaha menyelamatkan Lutung untuk bertemu keluarganya.
Cerita dalam buku ini memberi keteladanan bagi kita sebagai makhluk sosial, pasti tidak dapat hidup sendiri. Manusia selalu membutuhkan kebersamaan dalam kehidupannya untuk saling memberi dan saling mengambil manfaat. Kita pun layaknya siste sosial di Lutung. Harus bisa hidup berdampingan dengan spesies lainnya. Inilah yang menurut Aristoteles disebut dengan zoon politicon yang berarti manusia merupakan makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul.
Seperti keluarga Lutung, dengan semakin banyak berkumpul maka manusia memperkuat kelompok sosialnya. Dengan sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Dari sinilah, jika merefleksikan cerita Di Mana Rumah Lutung bahwa lindungilah dan sayangilah semua makhluk hidup yang ada di sekeliling kita, yakinlah jika kita mau menjaga, merawat, dan melindungi pasti akan anda peroleh sesuatu hal positif yang akan membawamu kebahagiaan. Mari lakukan bersama!
Nur Hafidz
Relawan Rumah Kreatif Wadas Kelir
Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto