Sajak-sajak Rafli Adi Nugroho

KESAYANGAN

Subuh tadi bintang masih menari
Suara kakek berkumandang sampai ke sudut-sudut mimpi
Selepas meneguk kerja rodi
Mata yang dikebiri akhirnya tak sanggup berdiri
Kelopaknya jatuh menangkap seporsi hibernasi
Tiba-tiba Bapak membuka pintu
Ia berkata, “Nak solat, bukankah Tuhan sudah memanggilmu?”
Sambil terkejut mulut mengucap, “Siap demi Tuhan Yang Maha Memaksa”
Untung Bapak tidak mendengarnya
Dalam sayup dan basah wuduku
Bergegaslah kaki-kaki yang bengkok ke arah mushola
Sambil ternganga, “Sungguh, yang Maha Perkasa patut untuk menaklukan rasa malas dengan cinta semesta dan seisinya.”
Kakek mengucap salam terakhirnya.

JAPIT KUNING

Pemisah jempol dan telunjuk kaki
seringkali diam tanpa basa basi
Menyiratkan sekat muhrim bagi kedua jari
agar keduanya sama-sama rindu tentang tanpa spasi
Bagai batas suci yang haram dinaiki
Najis-najis menclok di balik alas kuning sepucat tahi
Sesadarnya akan bau yang ngeri
Kini jempol dan telunjuk kaki kembali bebas untuk menari
Diiringi musik basah terciprat alas yang dicuci
Demikianlah kita adanya,
Ada kalanya terpisah walau tetap berkomunikasi
Atau kadang cukup mendesah dan menikmati

PEMIKIR

Mungkin saja ia menolakku
Atau bisa jadi ia menunda rasanya untukku
Atau juga ia biasa saja
Atau amat sangat marah denganku
Malahan mungkin malu-malu
Bisa juga dalam diam mendoakanku
Tapi?
Sepertinya itu semua jawabanku
Jadi, mengapa harus aku yang menjawab persoalan untuknya?

KOPI MENYAPA

Wedang dingin yang kau diamkan malam itu
Benar-benar menggugah seleraku
Ia tersenyum dengan cerita-cerita romansa
Saat Romeo Juliet mati tak berdaya
Atau ketika Rahwana tak kunjung menjamah Sinta
Sebelum Rama menyianyiakannya dalam api Nirwana
Tapi ia kembali bersedih sebab masih saja kau panjang bercerita
Soal-soal gundah gulita yang aslinya aku lebih menderita
Akhirnya kucium saja air hitammu, agar bibir tetap berlagak tertawa
Saat cinta deritanya tiada-tiara

GINCU PALSU

bibirmu merona, sayang
tatkala aku hendak menitipkan salam
pada gigi-gigi yang terselip cabai sisa rujak semalam
sangatlah menggoda
sampai-sampai kaki tanganku tak bisa diam
berusaha mencari ruang untuk menyematkan tanda koma
yang bahkan iblis pun menjadi saksi
bahwa setiap inci dari dirimu ialah dusta
bergoyang-goyang untuk mencari mata
seperti perempuan gila yang bermartabat jika dibayar harta

Rafli Adi Nugroho


Relawan Rumah Kreatif Wadas Kelir dan Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Jenderal Soedirman

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

0 komentar untuk “Sajak-sajak Rafli Adi Nugroho”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pencarian

Kategori

Postingan Terbaru

Scroll to Top